Tempat yang Harus Dikunjungi di Indonesia Timur

Danau Kelimutu terletak di ketinggian 1639 mdpl dan memiliki KEUNIKAN tersendiri, yakni terdapat 3 DANAU dengan WARNA yang berbeda-beda dan dapat berubah-ubah di puncak kawahnya. Menurut warga setempat, KELI = Gunung dan MUTU = Mendidih. Sehingga dapat di artikan bahwa di KAWAH tersebut seakan-akan sedang MENDIDIH AIR.

Masing-masing danau memiliki cerita unik berdasarkan SUKU LIO, suku asli asal Flores. Danau “TIWU NUWA MURI KOO FAI” yang berwarna BIRU merupakan tempat tinggal para ARWAH yang masih MUDA-MUDI.

Danau “ATA POLO” berwarna HITAM dan terkadang MERAH, merupakan tempat bersemayamnya para ARWAH yang semasa hidupnya melakukan SIHIR dan KEJAHATAN. Danau “ATA MBUPU” berwarna PUTIH, adalah tempat berkumpulnya para ARWAH orang TUA.

Fenomena PERUBAHAN WARNA yang terjadi pada Danau 3 Warna tergantung pada KADAR OKSIGEN. Apabila oksigen BERKURANG, maka warna danau akan cenderung KEHIJAUAN. Jika oksigen BERLEBIH, maka warna danau akan MERAH bahkan HITAM.

Desa Waerebo

WAE REBO (1110 mdpl) merupakan desa adat tradisional yang terletak ditengah pegunungan, DESA DI ATAS AWAN, itulah sebutannya. Untuk menuju lokasi, kita dapat TREKKING SANTAI 2-3 jam melipir perbukitan sepanjang 5km.

Terdapat 4 pos untuk menuju Wae Rebo, namun setelah tiba di pos terakhir, kita DILARANG untuk mengambil DOKUMENTASI apapun apabila belum permisi pada Tetua Adat di Wae Rebo. Terdapat 7 rumah adat yang disebut dengan MBARU NIANG, yang memiliki arti Mbaru = Rumah, Niang = Tinggi dan Bulat.

Bukit Sikunir

Saya sangat bersyukur sekali karena memiliki kesempatan untuk mengunjungi salah satu tempat yang memiliki spot matahari terbit yang sangat indah. Tempat ini adalah Dieng yang terletak di Wonosobo.

Menyaksikan matahari tepatnya dari puncak bukit sikunir (2463 masl) merupakan salah satu spot terbaik untuk menyaksikan terbitnya matahari pagi. Di sekitar tempat ini juga ada desa Sembungan yang merupakan desa tertinggi di pulau Jawa.

Untuk sampai ke puncak Sikunir, kami harus melakukan trekking dengan jarak yang tidak terlalu jauh yaitu 800 meter. Untuk sampai ke tempat ini kira – kira membutuhkan waktu 30 sampai dengan 45 menit saja. Memang sedikit lelah, namun ketika sudah sampai di puncak gunung dan menyaksikan matahari terbit, semua kelelahan akan terbayar dengan indahnya pemandangan yang ada.

Mengulang Pendakian ke Puncak Gunung Sumbing

7 tahun untuk mengulang Sumbing via Garung. Tahun 2012 ialah kali pertama saya mencoba Sumbing via Garung, dan waktu itu emang iseng di pas-in pada 12-12-12 biar mudah diingat.

Masih terekam jelas di memori ketika dulu belum ada jasa ojek sampai Pos 1, jadi ya bener-bener jalan kaki dengan lokasi basecamp yang masih di bawah dekat dengan jalan raya, kurang lebih 2 jam harus melewati jalur makadam.

Dan dulu itu dengan wani perih nya memilih lokasi camp di Batu Kotak Pos 4. 7 tahun kemudian, 21 Agustus 2019 kemaren, mencoba mengulang kembali dengan cara yang lebih santai, naik Ojek sampe Pos 1, dan camp di Pos 3.

Meskipun untuk summit cukup jauh, sekitar 3.5 jam dari Pos 3, tapi dengan cara ini kita bisa lebih santai dan fokus ketika melakukan dokumentasi video (DEMI KALIAN GESSS), meskipun summitnya kesiangan baru start jam 7 pagi.
Jadi gimana pengalaman kalian ketika naik Sumbing via Garung? Gak kapok kan?

Pagi yang terlalu siang di Sumbing via Garung

Pos 3 Sumbing adalah tempat yang ideal digunakan sebagai campsite karena areanya cukup luas, dan berada tepat dibawah PESTAN (Pasar Setan). Untuk menuju puncak masih dibutuhkan waktu 4 jam dari Pos 3, jadi sangat disarankan untuk start summit sebelum matahari terbit, jam 3 atau 4 pagi.

Tapi yang namanya bangun pagi hanyalah mitos belaka bagi theslackerhiker, dan kita baru summit jam 7 pagi. Ternyata memang sangat tidak disarankan untuk summit terlalu siang karena kitapun merasakan betapa panasnya jalur Sumbing ini.

Hal ini disebabkan karena setelah Pos 3, jalurnya benar2 langsung terbuka, sedikit tempat yang bisa digunakan untuk berteduh, ditambah jalurnya yang kering dan berdebu. Sumbing masih beristirahat, dan semoga lekas pulih kembali.

Pertimbangan ini kami pilih karena kami sangat menghindari perjalanan malam dan rata2 perjalanan yang dilakukan per hari cukup 4 jam saja. Selain itu, karena kami mendaki saat weekend, jalurnya cukup ramai ditambah dengan debu akibat kemarau panjang, jadinya kami selalu berjalan JAGA JARAK agar tidak terlalu terkena imbas debu tanah.